Sidang perkara Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Jakarta, Jurnas.com - Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA), Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan tindak pidak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gazalba didakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima Rp650 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Perkara 3679 K/PID.SUS-LH/2022.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin 6 Mei 2024.
KPK Akan Dalami Kewenangan Erick Thohir Terkait Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP
Jaksa mengatakan Jawahirul selaku pemilik UD. Logam Jaya mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Atas hal itu, Jawahirul ditetapkan tersangka dan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jombang.
Berdasarkan putusan Nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN.Jbg, Jawahirul dijatuhi hukuman satu tahun penjara, dan putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya di tingkat banding.
Jawahirul pum meminta Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara pada tingkat kasasi MA.
Selanjutnya, Jawahirul dihubungkan dengan terdakwa Gazalba Saleh melalui Ahmad Riyad dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta untuk diberikan kepada Gazalba.
Dalam amar putusannya, MA pun mengabulkan kasasi Jawahirul dam dinyatakan bebas atau dakwaaan dari jaksa penuntut dinyatakan tidak terbukti. Selanjutnya, Ahmad Riyad pun meminta uang tambahan sejumlah Rp150 juta kepada Jawahirul.
Atas perbuatannya, Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
TPPU Gazalba Saleh.
Gazalba saleh juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani sejak 2020 sampai dengan 2022.
Gazalba didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan telah mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk uang yang diduga bersumber dari hasil korupsi.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata jaksa KPK.
Jaksa menyebut Gazalba menerima sebesar Rp37 miliar dari Jaffar Abdul terkait pengurusan perkara Peninjauan Kembali (PK). Uang itu diterima Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga disebut menerima gratifikasi dari 2020 sampai 2022 sebesar SGD18.000 sebagaimana dakwaan pertama, dan penerimaan lain SGD1.128.000.
Kemudian, menerima USD181.000, serta Rp9.429.600.000. Jaksa menyebut Gazalba pun membelanjakan, membayarkan dengan tujuan menyembunyikan asal usul harta kekayaannya.
Jaksa merinci Gazalba Saleh telah membeli satu unit Toyota New Alphard, satu bidang tanah dan bangunan di Jagakarsa, Jakarta Selatan, satu bidang tanah dan bangunan di Tanjungrasa Kabupaten Bogor, satu bidang tanah dan bangunan di Citra Grand Cibubur Cluster Terrace Garden.
Kemudian membayarkan pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City Kelapa Gading Cluster Eropa Abbey Road 3 sejumlah Rp2,9 miliar. Selain itu, menukarkan mata uang asing SGD139.000 dan USD171.100 menjadi mata uang rupiah sejumlah Rp3.963.779.000.
"Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," jelas jaksa.
Gazalba juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
KEYWORD :KPK Hakim Agung Gazalba Saleh Kasus Gazalba Saleh Pencucian Uang Gratifikasi